MEMBUMIKAN BUDAYA MENELITI

Sembilan  bulan yang lalu tepatnya tanggal 25 Januari 2012  Kemendikbud melalui Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) menerbitkan peraturan yang mewajibkan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 membuat suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan. Dalam Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 yang ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN/S seluruh Indonesia, Dikti mengharuskan mahasiswa program Sarjana menerbitkan makalah di jurnal ilmiah lokal. Mahasiswa program Master harus menerbitkan makalah di jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi Dikti. Adapun mahasiswa program Doktor harus menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional. Dan tentu saja kebijakan ini diberlakukandalam rangka upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Upaya membumikan budaya meneliti ini, sejak pertama diterbitkannya surat edaran dari Kemendikbud kepada seluruh PTN/PTS diseluruh Indonesia ternyata masih menuai berbagai kontroversi dari berbagai kalangan. Beberapa pihak perguruan tinggi pun sangat beragam nenanggapi kebijakan ini. Bagi perguruan tinggi yang pro terhadap kebijakan ini tentu menyambut baik adanya kebijakan diwajibkannya publikasi ini karena setidaknya dapat meminimalisir plagiat. Tetapi bagi perguruan tinggi yang kontra, munculya kebijakan ini harusnya dipertimbangkan secara matang dengan dalih bahwa kualitas perguruan tinggi di Indonesia tidak sama, baik dari segi SDM dosen, mahasiswa, dukungan finansial, maupun fasilitas.

Terlepas dari berbagai kontroversi tersebut dalam hal ini kita bisa melihat persoalannya bukan terletak pada perlu atau tidaknya dikeluarkannya kebijakan ini, tetapi lebih pada persiapan masing-masing perguruan tinggi. Kesiapan perguruan tinggi dalam merespon kebijakan ini sangat berhubungan dengan kondisi SDM maupun fasilitas perguruan tinggi.

Budaya Meneliti Masih Rendah

Rendahnya mutu penelitian mahasiswa di perguruan tinggi sedikit banyak dipengaruhi oleh mutu penelitian dosennya. Oleh karenanya, dalam hal ini diharapkan Kemendikbud juga seharusnya memberikan instruksi kepada seluruh perguruan tinggi untuk terus meningkatkan kompetensi meneliti para dosen melalui diklat, seminar, ataupun workshop. Selain itu, alokasi dana untuk penelitian di Indonesia saat ini masih sangat minim yaitu hanya 1,6 persen dari APBN. Komitmen Indonesia terhadap pengembangan ilmu pegetahuan masih sangat minim jika dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia yaitu mencapai 4 persen lebih. Singkatnya, pemerintah pusat melalui Kemendikbud seharusnya dapat lebih mempertimbangkan dalam alokasi dana pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian. Kebijakan ini juga harusnya didukung oleh setiap pemerintah daerah agar mengalokasikan sebagian APBD mereka untuk pengembangan penelitian.

Munculnya kebijakan diharuskanya mahasiswa S-1, S-2, dan S3 mempublikasikan karya ilmiah mereka ternyata dilatarbelakangi oleh masih lemahnya budaya meneliti di perguruan tinggi, baik dikalangan dosen maupun mahasiswanya. Hasil penelitian SCImago (Kompas, 9 Desember 2010), melaporkan jumlah publikasi hasil penelitian Indonesia pada 1996-2008 lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia yang selama ini kurang dikenal kehidupan akademiknya dan menempatkan Indonesia pada posisi ke-64 dari 234 negara yang disurvei. Jumlah publikasi Indonesia pada rentang 12 tahun itu mencapai 9.194 dokumen. Publikasi ilmiah Indonesia kalah dibandingkan Arab Saudi, Pakistan, dan Banglades, masing-masing menduduki urutan ke-49, 50, dan 63. Negara penghasil publikasi ilmiah terbanyak adalah Amerika Serikat dengan 4,3 juta dokumen.

Jepang menjadi negara Asia dengan jumlah publikasi terbanyak dan menduduki urutan ketiga dunia dengan 1,2 juta dokumen. Di Asia Tenggara, jumlah publikasi penelitian Indonesia kalah dibandingkan Singapura (peringkat ke-31), Thailand (42), dan Malaysia (48). Pada 2002, publikasi penelitian ketiga negara tersebut mengalami lonjakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, publikasi penelitian Indonesia justru mengalami stagnasi hingga kini. Berangkat dari data diatas, ternyata Indonesia belum bisa secara optimal berkompetisi di tingkat global, bahkan masih jauh tertinggal dengan Negara- Negara di Asia. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat mendorong para mahasiswa dan akademisi di perguruan tinggi untuk menelurkan karya ilmiah yang berkualitas.

Potensi di Pulau Flores

Secara umum geliat penelitian khususnya di Flores tergolong masih rendah. Hal ini terlihat jarangnya para akademisi dari perguruan tinggi di Flores mempublikasikan hasil penelitiannya ke masyarakat melalui seminar atau pertemuan ilmiah lainnya. Publikasi hasil penelitian hanya sebatas intern masing-masing perguruan tinggi. Padahal potensi meneliti di Flores terbuka lebar bagi para dosen, peneliti, dan mahasiswa. Lembaga-lembaga penelitian di Flores walaupun mungkin ada, tetapi peran dan kontribusinya juga masih belum terlihat. Padahal menurut UNESCO menyatakan bahwa, budaya penelitian sebuah Negara berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi Negara tersebut.

Hasil satu penelitian bisa menciptakan jutaan lapangan kerja jika ditangani serius. The University of Texas contohnya, dari hasil berbagai penelitian dan inisiatif lain dari universitas, tiap tahunnya memberikan dampak 7.4 miliar dolar Amerika terhadap ekonomi lokal dan nasional dengan dibukanya pusat penelitian dan pabrik baru yang bisa membuka jutaan lapangan kerja. Berdasarkan data Dikti, saat ini terdapat 114 perguruan tinggi negeri dan 301 perguruan tinggi swasta. Ratusan perguruan tinggi tersebut bisa menjadi kekuatan ekonomi bangsa Indonesia jika mampu menelurkan penelitian dan karya ilmiah yang bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan kualitas sektor lain, seperti pendidikan.

Lantas bagaimana dengan partisipasi meneliti perguruan tinggi di Flores?. Walaupun Flores merupakan salah satu pulau yang berada di wilayah NTT yang sering diimage dengan wilayah miskin namun tidak menutup kemungkinan untuk bisa berkompetisi menghasilkan penelitian yang berkualitas dari daerah lain. Saat ini Flores telah memiliki Universitas dan beberapa Sekolah Tinggi, dan Akademi-Akademi. Beberapa perguruan tinggi ini merupakan modal dalam mengembangkan budaya meneliti. Flores memiliki banyak objek dan permasalahan yang dapat menjadi kajian penelitian.

Mengoptimalkan hasil riset atau penelitian khususnya di Flores dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan di Nusa Bunga ini baik pembangunan SDM-nya, pembangunan ekonomi, dan infrastruktur. Mengoptimalkan hasil penelitian juga akan memberikan arah menetapkan kebijakan di Flores sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemda benar-benar tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh Pemda dalam upaya membangun Flores jika budaya meneliti ini terus digalakkan dengan melibatkan peran serta perguruan tinggi di Flores. Secara birokrasi mungkin Pemda melalui Dinas Pendidikan dapat mendukung semua perguruan tinggi maupun lembaga penelitian di Flores untuk mendorong para Dosen agar terus melakukan penelitian.

Dimulai Sejak Dini

Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah pada prinsipnya bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang mampu menjadi agent of change. Generasi muda yang membawa kemajuan bangsanya ke arah yang lebih baik. Salah satunya dengan menumbuhkembangkan minat dan bakat meneliti pada siswa-siswi. Dalam hal ini Karya Ilmiah Remaja (KIR) dapat menjadi salah satu wadah bagi siswa untuk menumbuhkembangkan minat dan bakat siswa pada penelitian. Di Flores KIR yang merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler siswa yang umumnya terdapat di SMA/K atau MA dirasa masih belum optimal. Bahkan ada beberapa sekolah yang tidak membuka ekstrakurikuler KIR ini. Karena dimungkinkan rendahnya kompetensi meneliti guru yang terdapat disekolah. Oleh karena itu, penting kiranya perguruan tinggi di Flores menjadi mitra sekolah dalam rangka peningkatan kualitas meneliti guru pembimbing KIR.

Selain itu, untuk membudayakan meneliti sejak dini Pemda melalui Dinas Pendidikan secara gradual menyelenggarakan kompetisi karya tulis ilmiah remaja mulai dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi sampai dengan mengirim siswa-siswi terbaik Flores untuk berkompetisi di tingkat Nasional. Menumbuhkan minat meneliti juga sangat mungkin dilakukan pada jenjang pendidikan dasar seperti di SD/MI dan SMP/MTS dengan menerapkan pendekatan belajar konstruktivistik. Yaitu model belajar yang menekankan pada eksplorasi kemampuan individu dan membangun pengetahuan secara mandiri. Salah satu bentuk penugasan model belajar ini salah satunya dapat dilakukan melalui tugas proyek, investigasi, maupun mini eksperimen. Melalui tugas proyek siswa diminta untuk melakukan mini research terhadap masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa dengan cara merumuskan masalah dan melakukan observasi atau wawancara dan membuat laporan. Tentunya proses pembelajaran seperti ini harus mendapat bimbingan dari guru mata pelajaran.

Membumikan budaya meneliti di Flores diharapkan tidak hanya menjadi wacana semata, tetapi harusnya menjadi komitmen bersama perguruan tinggi maupun Pemda. Jika budaya penelitian suatu negara ternyata berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi suatu Negara sebagaimana yang diuangkapkan oleh UNESCO diatas, maka tidak berlebihan jika upaya membumikan budaya meneliti di Babel menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk diwujudkan. Semoga!

By LEMBAGA PENELITIAN UNIFLOR

Tinggalkan komentar